Rabu, 22 Oktober 2014

jenis jenis ternak


1. Kambing kacang
No
Uraian
Betina
Jantan
1
Bobot/kg
22
25
2
Panjang badan/cm
47
55
3
Tinggi pundak/cm
55,3
55,7
4
Tinggi pinggul/cm
54,7
58,4
5
Lingkar dada/cm
62,1
67,6
6
Lebar dada/cm
-
-
7
Dalam dada/cm
-
-
8
Panjang Tanduk/cm
7
7,8
9
Panjang telinga/cm
4
4,5
10
Lebar telinga/cm
-
-
11
Type telinga
Tegak
Tegak
12
Panjang ekor/cm
12
12
13
Lebar ekor/cm
2
2,5

Kambing kacang adalah ras unggul kambing yang pertama kali dikembangkan di Indonesia. Badannya kecil. Tinggi
gumba pada yang jantan 60 sentimeter hingga 65 sentimeter, sedangkan yang betina 56 sentimeter. Bobot pada yang jantan bisa mencapai 25 kilogram, sedang yang betina seberat 20 kilogram. Telinganya tegak, berbulu lurus dan pendek. Baik betina maupun yang jantan memiliki dua tanduk yang pendek. Kambing kacang merupakan kambing lokal Indonesia, memiliki daya adaptasi yang tinggi terhadap kondisi alam setempat serta memiliki daya reproduksi yang sangat tinggi. Kambing kacang jantan dan betina keduanya merupakan tipe kambing pedaging.
Karakteristik: Tubuh kambing relatif kecil dengan kepala ringan dan kecil. Telinga pendek dan tegak lurus mengarah ke atas depan. Pada umumnya memiliki warna bulu tungga yakni: putih, hitam dan coklat, serta adakalnya campuran dari ketiganya. Kambing jantan maupun betina meiliki tanduk. Berat tubuh jantan dewasa dapat mencapai 30 Kg, serta betina dewasa mencapai 25 Kg. Memiliki bulu pendek pada seluruh tubuh, kecuali pada ekor dan dagu, pada kambing jantan juga tumbuh bulu panjang sepanjang garis leher, pundak dan punggung sampai ekor dan pantat.
2.  Kambing Etawa
No.
Uraian
Betina
Jantan
1
Bobot/kg
40,2
60
2
Panjang badan/cm
81
81
3
Tinggi pundak/cm
76
84
4
Tinggi pinggul/cm
80,1
96,8
5
Lingkar dada/cm
80,1
99,5
6
Lebar dada/cm
12,4
15,7
7
Dalam dada/cm
-
-
8
Panjang Tanduk/cm
6,5
15
9
Panjang telinga/cm
12
15
10
Lebar telinga/cm
-
-
11
Type telinga
Jatuh
Jatuh
12
Panjang ekor/cm
19
25
13
Lebar ekor/cm
2,5
3,6

Kambing Etawa didatangkan dari
India yang disebut kambing Jamnapari. Badannya besar, tinggi gumba yang jantan 90 sentimeter hingga 127 sentimeter dan yang betina hanya mencapai 92 sentimeter. Bobot yang jantan bisa mencapai 91 kilogram, sedangkan betina hanya mencapai 63 kilogram. Telinganya panjang dan terkulai ke bawah. Dahi dan hidungnya cembung. Baik jantan maupun betina bertanduk pendek. Kambing jenis ini mampu menghasilkan susu hingga tiga liter per hari. Keturunan silangan (hibrida) kambing Etawa dengan kambing lokal dikenal sebagai sebagai kambing “Peranakan Etawa” atau “PE”. Kambing PE berukuran hampir sama dengan Etawa namun lebih adaptif terhadap lingkungan lokal Indonesia.
3.  Kambing Jawarandu
Kambing Jawarandu merupakan kambing hasil persilangan antara kambing Etawa dengan kambing Kacang. Kambing ini memliki ciri separuh mirip kambing Etawa dan separuh lagi mirip kambing Kacang. Kambing ini dapat menghasilkan susu sebanyak 1,5 liter per hari.
Kambing Jawa Randu memiliki nama lain Bligon, Gumbolo, Koplo dan Kacukan. Merupakan hasil silangan dari kambing peranakan ettawa dengan kambing kacang, sifat fisik kacang lebih dominan. Baik jantan atupun betina merupakan tipe pedaging.
Karakteristik:
Memiliki tubuh lebih kecil dari kambing ettawa, dengan bobot kambing jantan dewasa dapat lebih dari 40 Kg, sedangkan betina dapat mencapai bobot 40 Kg, Baik jantan maupun betina bertanduk. Memiliki telinga lebar terbuka, panjang dan terkulai.
4. Kambing Saanen
Kambing Saenen berasal dari Saenen, Swiss. Baik kambing jantan maupun betinanya tidak memliki tanduk. Warna bulunya putih atau krem pucat. Hidung, telinga dan kambingnya berwarna belang hitam. Dahinya lebar, sedangkan telinganya berukuran sedang dan tegak. Kambing ini merupakan jenis kambing penghasil susu. Berasal dari lembah Saanen Swiss bagian barat. Merupakan jenis kambing terbesar di Swiss. Sulit berkembang di wilayah tropis karena kepekaannya terhadap matahari. Ciri-ciri telinga tegak dan mengarah ke depan, bulu dominan putih, kadang2 ditemui bercak hitam pada hidung, telinga atau ambing. Produksi susu 740 kg/ms laktasi. Di Indonesi jenis kambing ini di silangkan lagi denga jenis kambing lain yang lebih resisten terhadap cuaca tropis, misalnya dengan jenis etawa.
5.  KAMBING MARICA
No
Uraian
Betina
Jantan
1
Bobot/kg
20,26
22,8
2
Panjang badan/cm
56,4
58,6
3
Tinggi pundak/cm
55,7
57,6
4
Tinggi pinggul/cm
50,6
59,7
5
Lingkar dada/cm
54,4
51,7
6
Lebar dada/cm
15,9
15,6
7
Dalam dada/cm
27,6
23,2
8
Panjang Tanduk/cm
7,4
12,1
9
Panjang telinga/cm
10,3
11,6
10
Lebar telinga/cm
6,1
5,9
11
Type telinga
Tegak
Tegak
12
Panjang ekor/cm
11,6
11,3
13
Lebar ekor/cm
3,9
3,6

Kambing Marica adalah suatu variasi lokal dari Kambing Kacang. Kambing Marica yang terdapat di Provinsi Sulawesi Selatan merupakan salah satu genotipe kambing asli Indonesia yang menurut laporan FAO sudah termasuk kategori langka dan hampir punah (endargement). Daerah populasi kambing Marica dijumpai di sekitar Kabupaten Maros, Kabupaten Jeneponto, Kabupaten Sopeng dan daerah Makassar di Propinsi Sulawesi Selatan. Kambing Marica punya potensi genetik yang mampu beradaptasi baik di daerah agro-ekosistem lahan kering, dimana curah hujan sepanjang tahun sangat rendah. Kambing Marica dapat bertahan hidup pada musim kemarau walau hanya memakan rumput-rumput kering di daerah tanah berbatu-batu.Ciri yang paling khas pada kambing ini adalah telinganya tegak dan relatif kecil pendek dibanding telinga kambing kacang. Tanduk pendek dan kecil serta kelihatan lincah dan agresif.

6.  KAMBING SAMOSIR


Parameter
± 1 tahun (gigi susu)
Betina Dewasa
Jantan Dewasa
N (ekor)
20
64
13
Pj.badan/cm
46,61±4,16
57,61±5,33
52,41±5,61
Tg.pundak/cm
43,27±4,45
50,65±5,28
48,30±6,37
Tg.pinggul/cm
45,42±5,66
53,22±5,43
50,62±5,21
Lkr.dada/cm
42,52±4,26
57,23±4,92
51,65±4,37
Dlm dada/cm
18,87±3,73
28,67±4,21
21,41±4,12
Lbr dada/cm
12,68±2,87
17,72±2,13
14,87±2,16
Pj. Tanduk/cm
4,53±2,38
7,61±4,23
11,37±2,11
Pj.telinga/cm
8,78±1,22
9,48±1,46
10,26±1,68
Lbr telinga/cm
6,16±1,10
7,53±0,37
6,43±0,83
Type telinga
Tegak
Tegak
Tegak
Pj ekor/cm
7,26±0,93
10,21±1,07
10,33±1,26
Lbr ekor/cm
2,18±0,33
3,72±0,27
3,49±0,48
Garis muka
Lurus
Lurus
Lurus
Bobot badan,Kg
14,33±3,08
26,23±5,27
20,13±4,47

Berdasarkan sejarahnya kambing ini dipelihara penduduk setempat secara turun temurun di Pulau Samosir, di tengah Danau Toba, Kabupaten Samosir, Provinsi Sumatera Utara. Kambing Samosir pada mulanya digunakan untuk bahan upacara persembahan pada acara keagamaan salah satu aliran kepercayaan aninisme (Parmalim) oleh penduduk setempat. Kambing yang dipersembahkan harus yang berwama putih, maka secara alami penduduk setempat sudah selektif untuk memelihara kambing mereka mengutamakan yang berwarna putih. Kambing Samosir ini bisa menyesuaikan diri dengan kondisi ekosistem lahan kering dan berbatu-batu, walaupun pada musim kemarau biasanya rumput sangat sulit dan kering. Kondisi pulau Samosir yang topografinya berbukit, ternyata kambing ini dapat beradaptasi dan berkembang biak dengan baik. Karakteristik morfologi tubuh kambing dewasa yaitu rataan bobot badan betina 26,23 kurang lebih 5,27 kg; panjang badan 57,61 kurang lebih 5,33 cm; tinggi pundak 50,65 kurang lebih 5,28 cm; tinggi pinggul 53,22 kurang lebih 5,43 cm; dalam dada 28,67 kurang lebih 4,21 cm dan lebar dada 17,72 kurang lebih 2,13 cm. Berdasarkan ukuran morfologik tubuh, bahwa kambing spesifik lokal Samosir ini hampir sama dengan kambing Kacang yang ada di Sumatera Utara, yang membedakannya terhadap kambing Kacang yaitu penotipe warna tubuh yang dominan putih dengan hasil observasi 39,18% warna tubuh putih dan 60,82% warna tubuh belang putih hitam. Dari warna belang putih hitam didapatkan rataan sebaran warna berdasarkan luasan permukaan tubuh 92,68% kurang lebih 4,23% warna putih dan 7,32 kurang lebih 4,11% warna hitam. Jenis kambing jantan berwarna putih sangat diperlukan untuk acara ritual dan adat kebudayaan setempat (parmalim). Pemberian nama kambing Samosir pada saat ini masih secara lokal dan dikenal dengan nama Kambing Putih atau Kambing Batak.

7. KAMBING MUARA
No.
Uraian
Betina
Jantan
1
Bobot/kg
49,4
68,3

2
Panjang badan/cm
75,8
96,3

3
Tinggi pundak/cm
69,7
87,6

4
Tinggi pinggul/cm
72,2
89,2

5
Lingkar dada/cm
84,5
98,7

6
Lebar dada/cm
18,6
38,5

7
Dalam dada/cm
38,7
50,7

8
Panjang Tanduk/cm
13,4
27,2

9
Panjang telinga/cm
18,3
19,4

10
Lebar telinga/cm
8,3
8,8

11
Type telinga
Jatuh
Jatuh

12
Panjang ekor/cm
10,5
9,7

13
Lebar ekor/cm
4,6
5,2










Kambing Muara dijumpai di daerah Kecamatan Muara, Kabupaten Tapanuli Utara di Propinsi Sumatera Utara. Dari segi penampilannya kambing ini nampak gagah, tubuhnya kompak dan sebaran warna bulu bervariasi antara warna bulu coklat kemerahan, putih dan ada juga berwarna bulu hitam. Bobot kambing Muara ini lebih besar dari pada kambing Kacang dan kelihatan prolifik. Kambing Muara ini sering juga beranak dua sampai empat sekelahiran (prolifik). Walaupun anaknya empat ternyata dapat hidup sampai besar walaupun tanpa pakai susu tambahan dan pakan tambahan tetapi penampilan anak cukup sehat, tidak terlalu jauh berbeda dengan penampilan anak tunggal saat dilahirkan. Hal ini diduga disebabkan oleh produksi susu kambing relatif baik untuk kebutuhan anak kambing 4 ekor.



8. KAMBING KOSTA
No.
Uraian
Betina
Jantan
1
Bobot/kg
24,4
46,5
2
Panjang badan/cm
60,9
74
3
Tinggi pundak/cm
56,9
73,5
4
Tinggi pinggul/cm
60,5
75
5
Lingkar dada/cm
68,2
83
6
Lebar dada/cm
13,9
21
7
Dalam dada/cm
-
-
8
Panjang Tanduk/cm
9,4
19,5
9
Panjang telinga/cm
13,8
19
10
Lebar telinga/cm
-
-
11
Type telinga
Tegak
Tegak
12
Panjang ekor/cm
10,3
15,5
13
Lebar ekor/cm
3,7
5

Lokasi penyebaran kambing Kosta ada di sekitar Jakarta dan Propinsi Banten. Kambing ini dilaporkan mempunyai bentuk tubuh sedang, hidung rata dan kadang-kadang ada yang melengkung, tanduk pendek, bulu pendek. Kambing ini diduga terbentuk berasal dari persilangan kambing Kacang dan kambing Khasmir (kambing impor). Hasil pengamatan, ternyata sebaran warna dari kambing Kosta ini adalah coklat tua sampai hitam. Dengan presentase terbanyak hitam (61 %), coklat tua (20%), coklat muda (10,2%), coklat merah (5,8%), dan abu-abu (3,4%). Pola warna tubuh umumnya terdiri dari 2 warna, dan bagian yang belang didominasi oleh warna putih.
Kambing Kosta terdapat di Kabupaten Serang, Pandeglang, dan disekitarnya serta ditemukan pula dalam populasi kecil di wilayah Tangerang dan DKI Jakarta. Salah satu ciri khas Kambing Kosta adalah terdapatnya motif garis yang sejajar pada bagian kiri dan kanan muka, selain itu terdapat pula ciri khas yang dimiliki oleh Kambing Kosta yaitu bulu rewos di bagian kaki belakang mirip bulu rewos pada Kambing Peranakan Ettawa (PE), namun tidak sepanjang bulu rewos pada Kambing PE dengan tekstur bulu yang agak tebal dan halus. Tubuh Kambing Kosta berbentuk besar ke bagian belakang sehingga cocok dan potensial untuk dijadikan tipe pedaging. Saat ini populasi Kambing Kosta terus menyusut, walaupun data yang pasti untuk populasi Kambing Kosta tidak diketemukan, namun perkiraan populasinya di Provinsi Banten hanya tinggal ratusan ekor saja (500-700 ekor).
9. KAMBING GEMBRONG
Asal kambing Gembrong terdapat di daerah kawasan Timur Pulau Bali terutama di Kabupaten Karangasem. Ciri khas dari kambing ini adalah berbulu panjang. Panjang bulu sekitar berkisar 15-25 cm, bahkan rambut pada bagian kepala sampai menutupi muka dan telinga. Rambut panjang terdapat pada kambing jantan, sedangkan kambing Gembrong betina berbulu pendek berkisar 2-3 cm. Warna tubuh dominan kambing Gembrong pada umumnya putih (61,5%) sebahagian berwarna coklat muda (23,08%) dan coklat (15,38%). Pola warna tubuh umumnya adalah satu warna sekitar 69,23% dan sisanya terdiri dari dua warna 15,38% dan tiga warna 15,38%. Rataan litter size kambing Gembrong adalah 1,25. Rataan bobot lahir tunggal 2 kg dan kembar dua 1,5 kg. Tingkat kematian prasapih 20%. Asal usul kambing gembrong belum bisa dipastikan. Ada yang menduga kambing tersebut merupakan persilangan antara kambing Kashmir dengan kambing Turki.
No.
Uraian
Betina
Jantan
1
Bobot/kg
27,6
42
2
Panjang badan/cm
62,6
71,5
3
Tinggi pundak/cm
64,2
66
4
Tinggi pinggul/cm
66,6
69
5
Lingkar dada/cm
70,9
76,5
6
Lebar dada/cm
14,1
17
7
Dalam dada/cm
-
-
8
Panjang Tanduk/cm
10,1
18,5
9
Panjang telinga/cm
17,1
18,5
10
Lebar telinga/cm
-
-
11
Type telinga
Tegak
Tegak
12
Panjang ekor/cm
12,1
14,5
13
Lebar ekor/cm
4,1
5








10.Kambing Boer



Kambing Boer berasal dari Afrika Selatan dan telah menjadi ternak yang ter-registrasi selama lebih dari 65 tahun. Kata “Boer” artinya petani. Kambing Boer merupakan satu-satunya kambing pedaging yang sesungguhnya, yang ada di dunia karena pertumbuhannya yang cepat. Kambing ini dapat mencapai berat dipasarkan 35 – 45 kg pada umur lima hingga enam bulan, dengan rataan pertambahan berat tubuh antara 0,02 – 0,04 kg per hari. Keragaman ini tergantung pada banyaknya susu dari induk dan ransum pakan sehari-harinya. Dibandingkan dengan kambing perah lokal, persentase daging pada karkas kambing Boer jauh lebih tinggi dan mencapai 40% – 50% dari berat tubuhnya, Kambing Boer dapat dikenali dengan mudah dari tubuhnya yang lebar, panjang, dalam, berbulu putih, berkaki pendek, berhidung cembung, bertelinga panjang menggantung, berkepala warna coklat kemerahan atau coklat muda hingga coklat tua. Beberapa kambing Boer memiliki garis putih ke bawah di wajahnya. Kulitnya berwarna coklat yang melindungi dirinya dari kanker kulit akibat sengatan sinar matahari langsung. Kambing ini sangat suka berjemur di siang hari.
 
    
Karkas Kambing Boer

KARAKTERISTIK KAMBING BOER JANTAN
Boer jantan bertubuh kokoh dan kuat sekali. Pundaknya luas dan ke belakang dipenuhi dengan pantat yang berotot. Kambing Boer dapat hidup pada suhu lingkungan yang ekstrim, mulai dari suhu sangat dingin (-25oC) hingga sangat panas (43oC) dan mudah beradaptasi terhadap perubahan suhu lingkungan. Tahan terhadap penyakit. Mereka dapat hidup di kawasan semak belukar, lereng gunung yang berbatu atau di padang rumput. Secara alamiah mereka adalah hewan yang suka meramban sehingga lebih menyukai daun-daunan, tanaman semak daripada rumput.
Kambing Boer jantan dapat menjadi hewan yang jinak, terutama jika terus berada di sekitar manusia sejak lahir, meskipun ia akan tumbuh dengan berat badan 120 – 150 kg pada saat dewasa (umur 2-3 tahun). Mereka suka digaruk dan digosok di bagian belakang telinganya, hingga punggung dan sisi perutnya. Mereka dapat mudah ditangani dengan memegang tanduknya. Mereka dapat juga dilatih dituntun dengan tali. Namun, sebaiknya jangan mendorong bagian depan kepalanya karena mereka akan menjadi agresif. Boer jantan dapat kawin di bulan apa saja sepanjang tahun. Mereka berbau tajam karena hal ini untuk memikat betina. Seekor pejantan dapat aktif kawin pada umur 7-8 bulan, tetapi disarankan agar satu pejantan tidak melayani lebih dari 8 – 10 betina sampai pejantan itu berumur sekitar satu tahun. Boer jantan dewasa (2 – 3 tahun) dapat melayani 30 – 40 betina. Disarankan agar semua pejantan dipisahkan dari betina pada umur 3 bulan agar tidak terjadi perkawinan yang tidak direncanakan. Seekor pejantan dapat mengawini hingga selama 7 – 8 tahun.
KARAKTERISTIK KAMBING BOER BETINA



Boer betina tumbuh seperti jantan, tetapi tampak sangat feminin dengan kepala dan leher ramping. Ia sangat jinak dan pada dasarnya tidak banyak berulah. Ia dapat dikawinkan pada umur 10 – 12 bulan, tergantung besar tubuhnya. Kebuntingan untuk kambing adalah 5 bulan. Ia mampu melahirkan anak-anak tiga kali dalam dua tahun. Betina umur satu tahunan dapat menghasilkan 1 – 2 anak. Setelah beranak pertama, ia biasanya akan beranak kembar dua, tiga, bahkan empat. Boer induk menghasilkan susu dengan kandungan lemak sangat tinggi yang cukup untuk disusu anak-anaknya. Ketika anaknya berumur 2½ – 3½ bulan induk mulai kering. Boer betina mempunyai dua hingga empat puting, tetapi kadangkala tidak semuanya menghasilkan susu. Sebagai ternak yang kawinnya tidak musiman, ia dapat dikawinkan lagi tiga bulan setelah melahirkan. Birahinya dapat dideteksi dari ekor yang bergerak-gerak cepat disebut “flagging”. Boer betina mampu menjadi induk hingga selama 5 – 8 tahun. Betina dewasa (umur 2-3 tahun) akan mempunyai berat 80 – 90 kg. Boer betina maupun jantan keduanya bertanduk.
PERKAWINAN SILANG DENGAN KAMBING LOKAL
Kambing lokal yang dipelihara di Indonesia berasal dari berbagai varietas kambing jenis perah. Jika Boer jantan dikawinkan dengan kambing lokal, baik secara alam atau dengan inseminasi buatan, hasil persilangannya (F1) yang memiliki 50% Boer sangatlah mengagumkan. Keturunan F1 ini akan membawa kecenderungan genetik yang kuat dari Boer. Besarnya tubuh dan kecepatan pertumbuhannya akan tergantung pada besarnya kambing lokal yang dikawinkan. Tergantung dari ransum pakannya, hasil silangan jantan dapat mencapai berat dipasarkan 35 – 45 kg dalam waktu enam sampai delapan bulan, dengan peningkatan jumlah daging pada karkas lebih banyak dari yang dihasilkan anak kambing lokal dengan umur yang sama. Penting untuk dipahami bahwa protein membentuk otot. Penggunaan jagung, tanaman leguminosa dan rumput lokal merupakan sumber protein alami yang sangat bagus. Pada umur satu minggu, anak kambing harus disediakan pakan dari sumber yang sama dengan induknya. Meskipun mereka masih menyusu induknya, mereka akan mulai makan hijauan pada umur sangat muda. AIR MINUM TERSEDIA SETIAP SAAT ADALAH PENTING baik untuk induk maupun anaknya.
11.Persilangan Kambing Boer dengan Kambing Jawa Randu



12.Kambing Boerawa
Kambing Boerawa merupakan kambing hasil persilangan antara kambing Boer jantan dengan kambing Peranakan Etawah (PE) betina. Ternak hasil persilangan kedua jenis kambing tadi disebut dengan Boerawa yakni singkatan dari kata Boerawa dan Peranakan Etawah. Kambing hasil persilangan ini mulai berkembang dan banyak jumlahnya di Propinsi Lampung khususnya dalam kurun waktu 3 tahun terakhir ini, walaupun upaya persilangan antara kambing Boer dengan kambing lokal telah dilakukan dibeberapa propinsi lainnya seperti Sumatera Utara dan Sulawesi Selatan.


















Domba
1. Domba Garut (Domba Priangan)
Menurut para pakar domba seperti Prof. Didi Atmadilaga dan Prof. Asikin Natasasmita, bahwa Domba Garut merupakan hasil persilangan segitiga antara domba lokal (asli Indonesia), Domba Cape/Capstaad (Domba Ekor Gemuk atau Kibas) dari Afrika Selatan dan Domba Merino dari Asia Kecil. Yang dibentuk kira-kira pada pertengahan abad ke 19 (±1854) yang dirintis oleh Adipati Limbangan Garut. Sekitar 70 tahun kemudian yaitu tahun 1926 Domba Garut telah menunjukan suatu keseragaman, misalnya bentuk tanduk yang besar melingkar diturunkan dari Domba Merino. Pada awalnya domba priangan atau domba garut ini berkembang di Priangan (Jawa Barat), terutama di daerah Bandung, Garut, Sumedang, Ciamis, dan Tasikmalaya. Namun saat ini sudah berkembang di seluruh pulau Jawa khususnya dan Indonesia pada umumnya. Domba ini dipelihara selain sebagai domba potong atau domba pedaging, juga dipelihara sebagai domba aduan.
Ciri-ciri domba garut : Bertubuh besar dan lebar, lehernya kuat, dahi konveks. Domba priangan jantan memiliki tanduk besar dan kuat, melengkung ke belakang berbentuk spiral, dan pangkal tanduk kanan dan kiri hampir menyatu. Sedangkan domba betina tidak memiliki tanduk, panjang telinga sedang, dan terletak di belakang tanduk. Domba jantan mempunyai berat 40-80 kg, sedangkan betina 30-40 kg. Kadang-kadang dijumpai adanya domba tanpa daun telinga. Keunggulan domba priangan ini adalah kulitnya merupakan salah satu kulit dengan kualitas terbaik di dunia, selain itu dengan leher yang kokoh dan tubuh yang besar, kuat, domba ini sesuai untuk domba aduan. Keunggulan lainnya adalah penghasil daging yang sangat baik dan mudah dipelihara.
2. Domba Texel Wonosobo (Dombos)
Domba Texel atau juga dikenal dengan nama Dombos yang artinya Domba Texel Wonosobo. Pada bulan Juli 2009, peternak di Lampung Timur mendatangkan 75 ekor betina dan 1 pejantan domba Texel yang didatangkan dari daerah Dieng Wonosobo, dan ternyata dapat beradaptasi dan berkembang biak dengan baik di daerah Lampung Timur yang bersuhu panas.
Pada tahun 1954/1955 Pemerintah mendatangkan 500 ekor Domba Texel dari Belanda dan dialokasikan ke beberapa daerah di Provinsi Jawa Barat, Jawa Tengah (Baturaden Banyumas dan Tawangmangu Solo) dan Jawa Timur, tetapi daerah tersebut tidak mampu mengembangkannya. Akhirnya tahun 1957, dipindahkan ke Daerah Wonosobo. Ternyata penduduk Wonosobo mampu mengembangkan Domba Texel tersebut, akhir tahun 2006 populasi mencapai 8.753 ekor.
Domba Texel mempunyai ciri khas yang mudah dibedakan dari domba jenis lain yaitu : Mempunyai bulu wol yang keriting halus berbentuk spiral berwarna putih yang menyelimuti bagian tubuhnya kecuali perut bagian bawah, keempat kaki dan kepala. Postur tubuh tinggi besar dan panjang dengan leher panjang dan ekor kecil.
Domba Texel tergolong ternak unggulan yang berpotensi sebagai penghasil daging. Bobot badan dewasa jantan dapat mencapai 100 kg dan yang betina 80 kg dengan karkas sekitar 55 %. Dalam penggemukkan secara intensif dapat menghasilkan pertambahan berat badan 265 – 285 gram/hari. Masyarakat Kabupaten Wonosobo, Provinsi Jawa Tengah telah banyak merintis usaha penggemukan intensif terhadap Domba Persilangan Texel dengan Domba Lokal, yang menghasilkan keuntungan memadai. Di samping itu Domba Texel dapat menghasilkan bulu wool berkualitas sebanyak 1000 gram/ekor/tahun, yang dapat diolah sebagai komuditas yang mempunyai nilai tambah. Di pedesaan Wonosobo yang potensial Domba texel telah dirintis industri rumah tangga yang mengolah bulu wool Domba Texel.
Domba Texel tergolong ternak yang cepat berkembang biak, dapat beranak pertama kali pada umur 15 bulan dan selanjutnya dapat melahirkan setiap delapan bulan. Anak pertama cenderung tunggal dan anak berikutnya kadang-kadang kembar dua. Domba Texel mempunyai karakter genetik yang cenderung dominan. Di Kabupaten Wonosobo, Domba Texel telah banyak memberi kontribusi genetik terhadap domba-domba lokal melalui proses kawin silang, menghasilkan domba domba persilangan yang potensial sebagai penghasil daging.
3. Domba Batur Banjarnegara (Domas)
Domba Batur (atau Domas) sebenarnya merupakan domba hasil persilangan dari domba lokal yaitu domba Ekor Tipis (Gembel), domba Suffolk dan domba Texel. Pada 1984, kelompok tani ternak di Kecamatan Batur, Kabupaten Banjarnegara, Jawa Tengah, berusaha menyilangkan domba bantuan presiden dengan domba lokal. Persilangan domba asal Tapos dan domba lokal menghasilkan keturunan yang oleh warga dinamai domba Batur atau Domas.
Pada awalnya berkembang di daerah Banjarnegara dan menjadi ikon Banjarnegara, dan sejak tahun 2009 mulai berkembang di beberapa daerah Jawa dan Sumatera. Domba batur jantan maupun betina adalah tipe domba potong yang merupakan penghasil daging yang baik.
Ciri-ciri Domba Batur : Tubuhnya besar dan panjang, kaki cenderung pendek dan kuat, domba jantan maupun betinanya tidak memiliki tanduk. Kulitnya relatif lebih tipis dibandingkan domba garut, kibas, atau gembel, namun bulunya tebal. Warna bulu dominan putih dan menutupi seluruh tubuhnya hingga bagian muka domba. Keunggulan utama domba Batur ini adalah berat badannya. Untuk domba jantan dewasa berkisar antara 90-140 kg dan domba betina 60-80 kg, serta tinggi badan domba jantan dapat mencapai 75 cm dan tinggi domba betina 60 cm.
Domba Batur ini memang istimewa montok/gemuk, pada umur dua tahun domba jantan umumnya sudah bisa mencapai bobot 100 kg dan betina 80 kg. Bahkan, domba jantan yang bagus dapat mencapai bobot 140 kg. Domba dengan bobot seperti ini biasanya dijadikan pejantan. Proporsi dagingnya (bukan karkas yang masih bertulang) juga tinggi. Dagingnya lebih empuk dan lemaknya lebih tinggi. Domba Batur mulai dapat dikawinkan pada umur 8 bulan saat si betina mencapai bobot 50—60 kg. Satu ekor pejantan mampu mengawini 10 ekor betina. Betina bunting selama lima bulan dan rata-rata jumlah anaknya 1,5 ekor per kelahiran.
4. Domba Ekor Tipis (Domba Gembel)
Domba ekor tipis dikenal sebagai domba asli Indonesia dan sering disebut Domba Gembel, dalam Bahasa Inggris disebut Javanesse Thin-Tailed sheep. Pada awalnya domba ini berkembang di daerah Jawa Tengah dan Jawa Barat, namun saat ini sudah berkembang di seluruh pulau jawa khususnya dan Indonesia pada umumnya.
Ciri-ciri domba ekor tipis : Termasuk golongan domba berperawakan kecil, dengan berat badan domba jantan 30-40 kg dan domba betina 15-20 kg. Bulu wolnya gembel berwarna putih dominan dengan warna hitam di sekeliling mata, hidung, dan beberapa bagian tubuh lain. Ekornya tidak menunjukkan adanya desposisi lemak. Telinga umumnya medium sampai kecil dan sebagian berposisi menggantung. Domba jantan memiliki tanduk melingkar, sedangkan yang betina umumnya tidak bertanduk. Keunggulan domba ekor tipis ini adalah bersifat prolific (dapat melahirkan anak kembar 2-5 ekor setiap kelahiran), mudah berkembang biak dan tidak dipengaruhi musim kawin, serta mampu beradaptasi pada daerah tropis dan makanan yang buruk.
5. Domba Ekor Gemuk (Domba Kibas)
Domba Ekor Gemuk dikenal juga dengan nama Domba Kibas (di Jawa), juga dikenal sebagai domba Donggala (di Sulawesi Selatan). Domba ini berasal dari Asia Barat atau India yang dibawa oleh pedagang bangsa Arab pada abad ke-18. Pada sekitar tahun 1731 sampai 1779 pemerintah Hindia Belanda telah mengimpor domba Kirmani, yaitu domba ekor gemuk dari Persia. Pada awalnya domba Ekor Gemuk berkembang di Jawa Timur, Madura, Sulawesi, dan Nusa Tenggara (terutama di Lombok). Namun saat ini sudah berkembang di seluruh Indonesia. Domba ini beradaptasi dan tumbuh lebih baik di daerah beriklim kering.
Ciri-ciri domba ekor gemuk : Bentuk badannya sedikit lebih besar daripada domba lokal lainnya. Berat domba jantan mencapai 40-60 kg, sedangkan domba betina 25-50 kg. Tinggi badan pada jantan dewasa antara 52 – 65 cm, sedangkan pada betina dewasa 47 – 60 cm, warna bulu wolnya putih dan kasar. Ekor yang besar, lebar dan panjang. Bagian pangkal ekor membesar merupakan timbunan lemak, sedangkan bagian ujung ekor kecil karena tidak terjadi penimbunan lemak. Cadangan lemak di bagian ekor berfungsi sebagai sumber energi pada musim paceklik. Dada terlihat serasi dan kuat seperti bentuk perahu, ke empat kakinya kalau jalan agak lamban karena menanggung berat badan dan ekornya yang gemuk. Umumnya domba jantan tidak bertanduk dan hanya sedikit yang mempunyai tanduk kecil, sedangkan yang betina tidak bertanduk. Keunggulan Domba Domba ekor gemuk ini adalah tahan terhadap panas dan kering.
6. Domba Hampshire
Domba Hampshire dikembangkan di daerah Hampshire, Inggris, pada abad ke-19 melalui persilangan antara domba Southdown jantan dengan domba betina keturunan Wiltshire Horn dan Berkshire Knot.
Ciri-ciri Domba Hampshire : Wajah berwarna gelap, bulu panjang dan tebal berwarna coklat, telinga agak melengkung, dan kaki berwarna hitam dan tidak ditutupi wol
7. Domba Polwarth
Domba Polwarth merupakan tipe dual-purpose, dikembangkan di Victoria, Australia sejak tahun 1880. Merupakan persilangan antara Merino (75%) dan Lincoln (25%). Domba Polwarth memiliki tubuh yang besar, tegap, pemeliharaannya mudah dan memiliki produktivitas wool yang tinggi dengan serat bulu berdiameter antara 22-25 mikron.
8. Domba Portland
Domba Portland berasal dari Inggris dan merupakan salah satu breed Dorset. Bertubuh kecil dan dipenuhi oleh wool kecuali pada bagian wajah dan kaki bagian bawah yang berwana kecoklatan. Domba yang baru lahir berwarna dan berwarna agak keputih-putihan atau abu-abu selama beberapa awal bulan kehidupan. Tanduk muncul setelah dewasa dan berbentuk spiral.
9. Domba Rambouillet
Domba Rambouillet berasal dari Prancis disebut juga Merino Prancis. Domba Rambouillet merupakan tipe dwiguna. Ciri-ciri Domba Rambouillet : Badan besar, dalam, lebar dan padat dengan tulang-tulang yang kuat,Kepala tegak,Domba jantan bertanduk besar sedangkan betina tidak bertanduk.
10. Domba Norwegia (Villsau)
Domba Norwegia merupakan domba primitif yang hidup di daerah Norwegia dan Skandinavia. Memiliki muka yang kecil dengan kaki yang bagus dan bulu yang berwarna hampir putih sampai keabu-abuan, cokelat gelap dan hitam. Berat jantan dewasa sekitar 43 kg dan betinanya 32 kg.
11. Domba Southdown
Domba Southdown berasal dari Inggris dan merupakan tipepedaging. Ciri-ciri Domba Southdown : Tubuh kecil, lebar dan dalam, bentuk bulat, daging padat dan kaki pendek,Garis punggung lurus, leher pendek dan tebal,Telinga pendek dengan ujung bulat dan tidak bertanduk.

















BEBERAPA JENIS ITIK UNGGUL HASIL PERSILANGAN ITIK LOKAL


Itik Master atau MA
Itik Master atau MA merupakan jenis itik hasil persilangan antara itik Mojosari jantan dengan itik Alabio betina. Itik Mojosari yang digunakan sebagai tetua jantannya ialah itik Mojosari yang berumur 7-8 bulan. Untuk tetua betinanya digunakan itik Alabio yang berumur 6-7 bulan. Persilangan dilakukan dengan teknik kawin alami dan kawin suntik (inseminasi buatan).
Itik Master memiliki beberapa keunggulan dibandingkan kedua tetuanya. Itik ini bertelur untuk pertama kalinya pada umur 22 minggu, lebih awal dari itik Alabio (24 minggu) dan itik Mojosari (25 minggu). Rataan produksi telur per tahunnya mencapai 265 butir atau sekitar 72,6%, sementara puncak produksinya bisa mencapai 93,7%; lebih tinggi sekitar 10-15% dibandingkan dengan kedua tetuanya. Itik Master menghasilkan telur yang lebih besar/berat dibandingkan kedua tetuanya. Bobot telur pertama itik Master ialah 56,7 gram, lebih berat sekitar 9,38% dibandingkan itik Alabio (55,0 gram) dan itik Mojosari (53,7 gram). Secara keseluruhan ditinjau dari produksi telur selama satu tahun, rata-rata bobot telur itik Master mencapai 69,7 gram per butir.
Selain produksi telurnya yang lebih tinggi, tingkat kematian itik Master tergolong sangat rendah, yaitu kurang dari 1%, karena kemampuannya beradaptasi dengan lingkungan pemeliharaan. Pada itik Master kita juga dapat dengan mudah mengenali jenis kelamin anak itik saat menetas, hanya dengan mendasartkan warna bulunya. Anak-anak itik yang jantan mempunyai warna bulu lebih gelap. Pertumbuhan anak itik jantannya juga lebih cepat, sehingga cocok untuk digunakan pada usaha ternak itik pedaging. Itik Master juga memiliki warna bulu yang spesifik dan seragam, demikian juga warna kulit telurnya seragam berwarna hijau-kebiruan. Itik Serati Itik Serati adalah hasil kawin silang antara Entog Jantan dengan Itik Betina. Di lapangan kita bisa menjumpai itik Serati ini sebagai hasil kawin silang alami antara Entog jantan dan Itik betina. Di beberapa negara Asia, itik Serati sudah dikembangkan secara komersial. Dengan makin meningkatnya kebutuhan akan daging itik, maka pengembangan itik Serati menjadi salah satu alternatif dengan mengintroduksi teknologi kawin suntik (inseminasi buatan), sehingga dapat menghasilkan itik Serati lebih banyak dibandingkan cara kawin silang alami.
Itik Serati memiliki sifat mandul, sehingga itik ini tumbuh lebih cepat dibandingkan itik jantan yang digemukkan.
Pada umur 8 minggu itik Serati dapat mencapai bobot badan 1,8 kg, sedangkan itik jantan yang digemukkan hanya mampu mencapai 1,3 kg. Selain pertumbuhannya yang cepat, itik Serati juga mampu mengkonversi pakan jauh lebih baik. Untuk menghasilkan 1 kg bobot badan, itik Serati memerlukan 3,29 kg pakan, sedangkan itik jantan yang digemukkan memerlukan 4,24 kg pakan. Itik PMp Itik PMpmerupakan hasil kawin silang antara itik Peking jantan dan itik Mojosari Putih betina yang dikembangkan oleh Balai Penelitian Ternak di Ciawi-Bogor. Bibit itik ini diharapkan dapat memenuhi kebutuhan konsumen dan dapat diproduksi lokal. Itik ini dapat digunakan untuk menghasilkan karkas ukuran sedang ataupun besar, sesuai permintaan konsumen, dengan kualitas daging itik yang tinggi. Keberadaan itik PMp ini diharapkan dapat mengurangi penggunaan itik tipe petelur dalam penyediaan daging itik yang dapat berakibat pada terjadinya pengurasan sumberdaya genetik itik petelur. Itik PMp juga bisa menjadi substitusi terhadap daging itik impor yang belakangan banyak masuk ke Indonesia.
Itik PMp memiliki ciri produksi yang unggul dibandingkan kedua tetuanya. Itik ini mempunyai karkas yang warnanya bersih dan cerah. Pada umur 10 minggu itik ini memiliki bobot badan 2-2,5 kg. Jika itik PMp dikawinkan dengan entog jantan dapat menghasilkan itik Serati dengan bobot badan mencapai 3 kg atau lebih pada umur 10 minggu. Itik PMp juga mempunyai ciri produksi telur yang cukup baik. Itik ini mulai bertelur pada umur 5,5-6 bulan dengan rataan produksi telur selama enam bulan mencapai 73-78%.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar