1. Kambing kacang
No
|
Uraian
|
Betina
|
Jantan
|
1
|
Bobot/kg
|
22
|
25
|
2
|
Panjang badan/cm
|
47
|
55
|
3
|
Tinggi pundak/cm
|
55,3
|
55,7
|
4
|
Tinggi pinggul/cm
|
54,7
|
58,4
|
5
|
Lingkar dada/cm
|
62,1
|
67,6
|
6
|
Lebar dada/cm
|
-
|
-
|
7
|
Dalam dada/cm
|
-
|
-
|
8
|
Panjang Tanduk/cm
|
7
|
7,8
|
9
|
Panjang telinga/cm
|
4
|
4,5
|
10
|
Lebar telinga/cm
|
-
|
-
|
11
|
Type telinga
|
Tegak
|
Tegak
|
12
|
Panjang ekor/cm
|
12
|
12
|
13
|
Lebar ekor/cm
|
2
|
2,5
|
Kambing kacang adalah ras unggul kambing yang pertama kali dikembangkan di Indonesia. Badannya kecil. Tinggi gumba pada yang jantan 60 sentimeter hingga 65 sentimeter, sedangkan yang betina 56 sentimeter. Bobot pada yang jantan bisa mencapai 25 kilogram, sedang yang betina seberat 20 kilogram. Telinganya tegak, berbulu lurus dan pendek. Baik betina maupun yang jantan memiliki dua tanduk yang pendek. Kambing kacang merupakan kambing lokal Indonesia, memiliki daya adaptasi yang tinggi terhadap kondisi alam setempat serta memiliki daya reproduksi yang sangat tinggi. Kambing kacang jantan dan betina keduanya merupakan tipe kambing pedaging.
Karakteristik: Tubuh kambing relatif kecil dengan
kepala ringan dan kecil. Telinga pendek dan tegak lurus mengarah ke atas depan.
Pada umumnya memiliki warna bulu tungga yakni: putih, hitam dan coklat, serta
adakalnya campuran dari ketiganya. Kambing jantan maupun betina meiliki tanduk.
Berat tubuh jantan dewasa dapat mencapai 30 Kg, serta betina dewasa mencapai 25
Kg. Memiliki bulu pendek pada seluruh tubuh, kecuali pada ekor dan dagu, pada
kambing jantan juga tumbuh bulu panjang sepanjang garis leher, pundak dan
punggung sampai ekor dan pantat.
2. Kambing Etawa
No.
|
Uraian
|
Betina
|
Jantan
|
1
|
Bobot/kg
|
40,2
|
60
|
2
|
Panjang badan/cm
|
81
|
81
|
3
|
Tinggi pundak/cm
|
76
|
84
|
4
|
Tinggi pinggul/cm
|
80,1
|
96,8
|
5
|
Lingkar dada/cm
|
80,1
|
99,5
|
6
|
Lebar dada/cm
|
12,4
|
15,7
|
7
|
Dalam dada/cm
|
-
|
-
|
8
|
Panjang Tanduk/cm
|
6,5
|
15
|
9
|
Panjang telinga/cm
|
12
|
15
|
10
|
Lebar telinga/cm
|
-
|
-
|
11
|
Type telinga
|
Jatuh
|
Jatuh
|
12
|
Panjang ekor/cm
|
19
|
25
|
13
|
Lebar ekor/cm
|
2,5
|
3,6
|
Kambing Etawa didatangkan dari India yang disebut kambing Jamnapari. Badannya besar, tinggi gumba yang jantan 90 sentimeter hingga 127 sentimeter dan yang betina hanya mencapai 92 sentimeter. Bobot yang jantan bisa mencapai 91 kilogram, sedangkan betina hanya mencapai 63 kilogram. Telinganya panjang dan terkulai ke bawah. Dahi dan hidungnya cembung. Baik jantan maupun betina bertanduk pendek. Kambing jenis ini mampu menghasilkan susu hingga tiga liter per hari. Keturunan silangan (hibrida) kambing Etawa dengan kambing lokal dikenal sebagai sebagai kambing “Peranakan Etawa” atau “PE”. Kambing PE berukuran hampir sama dengan Etawa namun lebih adaptif terhadap lingkungan lokal Indonesia.
3. Kambing Jawarandu
Kambing Jawarandu merupakan kambing hasil persilangan antara
kambing Etawa dengan kambing Kacang. Kambing ini memliki ciri separuh mirip
kambing Etawa dan separuh lagi mirip kambing Kacang. Kambing ini dapat menghasilkan
susu sebanyak 1,5 liter per hari.
Kambing Jawa Randu memiliki nama lain Bligon, Gumbolo, Koplo dan Kacukan. Merupakan hasil silangan dari kambing peranakan ettawa dengan kambing kacang, sifat fisik kacang lebih dominan. Baik jantan atupun betina merupakan tipe pedaging.
Kambing Jawa Randu memiliki nama lain Bligon, Gumbolo, Koplo dan Kacukan. Merupakan hasil silangan dari kambing peranakan ettawa dengan kambing kacang, sifat fisik kacang lebih dominan. Baik jantan atupun betina merupakan tipe pedaging.
Karakteristik:
Memiliki tubuh lebih kecil dari kambing ettawa, dengan bobot
kambing jantan dewasa dapat lebih dari 40 Kg, sedangkan betina dapat mencapai
bobot 40 Kg, Baik jantan maupun betina bertanduk. Memiliki telinga lebar
terbuka, panjang dan terkulai.
4. Kambing Saanen
Kambing Saenen berasal dari Saenen, Swiss. Baik kambing jantan maupun betinanya tidak memliki tanduk.
Warna bulunya putih atau krem pucat. Hidung, telinga dan kambingnya berwarna belang
hitam. Dahinya lebar, sedangkan telinganya berukuran sedang dan tegak. Kambing
ini merupakan jenis kambing penghasil susu. Berasal dari lembah Saanen Swiss
bagian barat. Merupakan jenis kambing terbesar di Swiss. Sulit berkembang di
wilayah tropis karena kepekaannya terhadap matahari. Ciri-ciri telinga tegak
dan mengarah ke depan, bulu dominan putih, kadang2 ditemui bercak hitam pada
hidung, telinga atau ambing. Produksi susu 740 kg/ms laktasi. Di Indonesi jenis
kambing ini di silangkan lagi denga jenis kambing lain yang lebih resisten
terhadap cuaca tropis, misalnya dengan jenis etawa.
5. KAMBING MARICA
No
|
Uraian
|
Betina
|
Jantan
|
1
|
Bobot/kg
|
20,26
|
22,8
|
2
|
Panjang
badan/cm
|
56,4
|
58,6
|
3
|
Tinggi
pundak/cm
|
55,7
|
57,6
|
4
|
Tinggi
pinggul/cm
|
50,6
|
59,7
|
5
|
Lingkar
dada/cm
|
54,4
|
51,7
|
6
|
Lebar
dada/cm
|
15,9
|
15,6
|
7
|
Dalam
dada/cm
|
27,6
|
23,2
|
8
|
Panjang
Tanduk/cm
|
7,4
|
12,1
|
9
|
Panjang
telinga/cm
|
10,3
|
11,6
|
10
|
Lebar
telinga/cm
|
6,1
|
5,9
|
11
|
Type
telinga
|
Tegak
|
Tegak
|
12
|
Panjang
ekor/cm
|
11,6
|
11,3
|
13
|
Lebar ekor/cm
|
3,9
|
3,6
|
Kambing Marica adalah suatu variasi lokal dari Kambing
Kacang. Kambing Marica yang terdapat di Provinsi Sulawesi Selatan merupakan
salah satu genotipe kambing asli Indonesia yang menurut laporan FAO sudah
termasuk kategori langka dan hampir punah (endargement). Daerah populasi
kambing Marica dijumpai di sekitar Kabupaten Maros, Kabupaten Jeneponto,
Kabupaten Sopeng dan daerah Makassar di Propinsi Sulawesi Selatan. Kambing
Marica punya potensi genetik yang mampu beradaptasi baik di daerah
agro-ekosistem lahan kering, dimana curah hujan sepanjang tahun sangat rendah.
Kambing Marica dapat bertahan hidup pada musim kemarau walau hanya memakan
rumput-rumput kering di daerah tanah berbatu-batu.Ciri yang paling khas pada
kambing ini adalah telinganya tegak dan relatif kecil pendek dibanding telinga
kambing kacang. Tanduk pendek dan kecil serta kelihatan lincah dan agresif.
6. KAMBING SAMOSIR
Parameter
|
± 1 tahun (gigi susu)
|
Betina Dewasa
|
Jantan Dewasa
|
N (ekor)
|
20
|
64
|
13
|
Pj.badan/cm
|
46,61±4,16
|
57,61±5,33
|
52,41±5,61
|
Tg.pundak/cm
|
43,27±4,45
|
50,65±5,28
|
48,30±6,37
|
Tg.pinggul/cm
|
45,42±5,66
|
53,22±5,43
|
50,62±5,21
|
Lkr.dada/cm
|
42,52±4,26
|
57,23±4,92
|
51,65±4,37
|
Dlm dada/cm
|
18,87±3,73
|
28,67±4,21
|
21,41±4,12
|
Lbr dada/cm
|
12,68±2,87
|
17,72±2,13
|
14,87±2,16
|
Pj. Tanduk/cm
|
4,53±2,38
|
7,61±4,23
|
11,37±2,11
|
Pj.telinga/cm
|
8,78±1,22
|
9,48±1,46
|
10,26±1,68
|
Lbr telinga/cm
|
6,16±1,10
|
7,53±0,37
|
6,43±0,83
|
Type telinga
|
Tegak
|
Tegak
|
Tegak
|
Pj ekor/cm
|
7,26±0,93
|
10,21±1,07
|
10,33±1,26
|
Lbr ekor/cm
|
2,18±0,33
|
3,72±0,27
|
3,49±0,48
|
Garis muka
|
Lurus
|
Lurus
|
Lurus
|
Bobot
badan,Kg
|
14,33±3,08
|
26,23±5,27
|
20,13±4,47
|
Berdasarkan sejarahnya kambing ini dipelihara penduduk
setempat secara turun temurun di Pulau Samosir, di tengah Danau Toba, Kabupaten
Samosir, Provinsi Sumatera Utara. Kambing Samosir pada mulanya digunakan untuk
bahan upacara persembahan pada acara keagamaan salah satu aliran kepercayaan
aninisme (Parmalim) oleh penduduk setempat. Kambing yang dipersembahkan harus
yang berwama putih, maka secara alami penduduk setempat sudah selektif untuk
memelihara kambing mereka mengutamakan yang berwarna putih. Kambing Samosir ini
bisa menyesuaikan diri dengan kondisi ekosistem lahan kering dan berbatu-batu,
walaupun pada musim kemarau biasanya rumput sangat sulit dan kering. Kondisi
pulau Samosir yang topografinya berbukit, ternyata kambing ini dapat
beradaptasi dan berkembang biak dengan baik. Karakteristik morfologi tubuh
kambing dewasa yaitu rataan bobot badan betina 26,23 kurang lebih 5,27 kg;
panjang badan 57,61 kurang lebih 5,33 cm; tinggi pundak 50,65 kurang lebih 5,28
cm; tinggi pinggul 53,22 kurang lebih 5,43 cm; dalam dada 28,67 kurang lebih
4,21 cm dan lebar dada 17,72 kurang lebih 2,13 cm. Berdasarkan ukuran
morfologik tubuh, bahwa kambing spesifik lokal Samosir ini hampir sama dengan
kambing Kacang yang ada di Sumatera Utara, yang membedakannya terhadap kambing
Kacang yaitu penotipe warna tubuh yang dominan putih dengan hasil observasi
39,18% warna tubuh putih dan 60,82% warna tubuh belang putih hitam. Dari warna
belang putih hitam didapatkan rataan sebaran warna berdasarkan luasan permukaan
tubuh 92,68% kurang lebih 4,23% warna putih dan 7,32 kurang lebih 4,11% warna
hitam. Jenis kambing jantan berwarna putih sangat diperlukan untuk acara ritual
dan adat kebudayaan setempat (parmalim). Pemberian nama kambing Samosir pada
saat ini masih secara lokal dan dikenal dengan nama Kambing Putih atau Kambing
Batak.
7. KAMBING MUARA
No.
|
Uraian
|
Betina
|
Jantan
|
||||
1
|
Bobot/kg
|
49,4
|
68,3
|
||||
2
|
Panjang badan/cm
|
75,8
|
96,3
|
||||
3
|
Tinggi pundak/cm
|
69,7
|
87,6
|
||||
4
|
Tinggi pinggul/cm
|
72,2
|
89,2
|
||||
5
|
Lingkar dada/cm
|
84,5
|
98,7
|
||||
6
|
Lebar dada/cm
|
18,6
|
38,5
|
||||
7
|
Dalam dada/cm
|
38,7
|
50,7
|
||||
8
|
Panjang Tanduk/cm
|
13,4
|
27,2
|
||||
9
|
Panjang telinga/cm
|
18,3
|
19,4
|
||||
10
|
Lebar telinga/cm
|
8,3
|
8,8
|
||||
11
|
Type telinga
|
Jatuh
|
Jatuh
|
||||
12
|
Panjang ekor/cm
|
10,5
|
9,7
|
||||
13
|
Lebar ekor/cm
|
4,6
|
5,2
|
||||
Kambing Muara dijumpai di daerah Kecamatan Muara, Kabupaten
Tapanuli Utara di Propinsi Sumatera Utara. Dari segi penampilannya kambing ini
nampak gagah, tubuhnya kompak dan sebaran warna bulu bervariasi antara warna
bulu coklat kemerahan, putih dan ada juga berwarna bulu hitam. Bobot kambing
Muara ini lebih besar dari pada kambing Kacang dan kelihatan prolifik. Kambing
Muara ini sering juga beranak dua sampai empat sekelahiran (prolifik). Walaupun
anaknya empat ternyata dapat hidup sampai besar walaupun tanpa pakai susu
tambahan dan pakan tambahan tetapi penampilan anak cukup sehat, tidak terlalu
jauh berbeda dengan penampilan anak tunggal saat dilahirkan. Hal ini diduga
disebabkan oleh produksi susu kambing relatif baik untuk kebutuhan anak kambing
4 ekor.
8. KAMBING KOSTA
No.
|
Uraian
|
Betina
|
Jantan
|
1
|
Bobot/kg
|
24,4
|
46,5
|
2
|
Panjang badan/cm
|
60,9
|
74
|
3
|
Tinggi pundak/cm
|
56,9
|
73,5
|
4
|
Tinggi pinggul/cm
|
60,5
|
75
|
5
|
Lingkar dada/cm
|
68,2
|
83
|
6
|
Lebar dada/cm
|
13,9
|
21
|
7
|
Dalam dada/cm
|
-
|
-
|
8
|
Panjang Tanduk/cm
|
9,4
|
19,5
|
9
|
Panjang telinga/cm
|
13,8
|
19
|
10
|
Lebar telinga/cm
|
-
|
-
|
11
|
Type telinga
|
Tegak
|
Tegak
|
12
|
Panjang ekor/cm
|
10,3
|
15,5
|
13
|
Lebar ekor/cm
|
3,7
|
5
|
Lokasi penyebaran kambing Kosta ada di sekitar Jakarta dan
Propinsi Banten. Kambing ini dilaporkan mempunyai bentuk tubuh sedang, hidung
rata dan kadang-kadang ada yang melengkung, tanduk pendek, bulu pendek. Kambing
ini diduga terbentuk berasal dari persilangan kambing Kacang dan kambing
Khasmir (kambing impor). Hasil pengamatan, ternyata sebaran warna dari kambing
Kosta ini adalah coklat tua sampai hitam. Dengan presentase terbanyak hitam (61
%), coklat tua (20%), coklat muda (10,2%), coklat merah (5,8%), dan abu-abu
(3,4%). Pola warna tubuh umumnya terdiri dari 2 warna, dan bagian yang belang
didominasi oleh warna putih.
Kambing Kosta terdapat di Kabupaten Serang, Pandeglang, dan disekitarnya serta ditemukan pula dalam populasi kecil di wilayah Tangerang dan DKI Jakarta. Salah satu ciri khas Kambing Kosta adalah terdapatnya motif garis yang sejajar pada bagian kiri dan kanan muka, selain itu terdapat pula ciri khas yang dimiliki oleh Kambing Kosta yaitu bulu rewos di bagian kaki belakang mirip bulu rewos pada Kambing Peranakan Ettawa (PE), namun tidak sepanjang bulu rewos pada Kambing PE dengan tekstur bulu yang agak tebal dan halus. Tubuh Kambing Kosta berbentuk besar ke bagian belakang sehingga cocok dan potensial untuk dijadikan tipe pedaging. Saat ini populasi Kambing Kosta terus menyusut, walaupun data yang pasti untuk populasi Kambing Kosta tidak diketemukan, namun perkiraan populasinya di Provinsi Banten hanya tinggal ratusan ekor saja (500-700 ekor).
Kambing Kosta terdapat di Kabupaten Serang, Pandeglang, dan disekitarnya serta ditemukan pula dalam populasi kecil di wilayah Tangerang dan DKI Jakarta. Salah satu ciri khas Kambing Kosta adalah terdapatnya motif garis yang sejajar pada bagian kiri dan kanan muka, selain itu terdapat pula ciri khas yang dimiliki oleh Kambing Kosta yaitu bulu rewos di bagian kaki belakang mirip bulu rewos pada Kambing Peranakan Ettawa (PE), namun tidak sepanjang bulu rewos pada Kambing PE dengan tekstur bulu yang agak tebal dan halus. Tubuh Kambing Kosta berbentuk besar ke bagian belakang sehingga cocok dan potensial untuk dijadikan tipe pedaging. Saat ini populasi Kambing Kosta terus menyusut, walaupun data yang pasti untuk populasi Kambing Kosta tidak diketemukan, namun perkiraan populasinya di Provinsi Banten hanya tinggal ratusan ekor saja (500-700 ekor).
9. KAMBING GEMBRONG
Asal kambing Gembrong terdapat di daerah kawasan Timur Pulau
Bali terutama di Kabupaten Karangasem. Ciri khas dari kambing ini adalah
berbulu panjang. Panjang bulu sekitar berkisar 15-25 cm, bahkan rambut pada
bagian kepala sampai menutupi muka dan telinga. Rambut panjang terdapat pada
kambing jantan, sedangkan kambing Gembrong betina berbulu pendek berkisar 2-3
cm. Warna tubuh dominan kambing Gembrong pada umumnya putih (61,5%) sebahagian
berwarna coklat muda (23,08%) dan coklat (15,38%). Pola warna tubuh umumnya
adalah satu warna sekitar 69,23% dan sisanya terdiri dari dua warna 15,38% dan
tiga warna 15,38%. Rataan litter size kambing Gembrong adalah 1,25. Rataan
bobot lahir tunggal 2 kg dan kembar dua 1,5 kg. Tingkat kematian prasapih 20%. Asal
usul kambing gembrong belum bisa dipastikan. Ada yang menduga kambing tersebut
merupakan persilangan antara kambing Kashmir dengan kambing Turki.
No.
|
Uraian
|
Betina
|
Jantan
|
1
|
Bobot/kg
|
27,6
|
42
|
2
|
Panjang badan/cm
|
62,6
|
71,5
|
3
|
Tinggi pundak/cm
|
64,2
|
66
|
4
|
Tinggi pinggul/cm
|
66,6
|
69
|
5
|
Lingkar dada/cm
|
70,9
|
76,5
|
6
|
Lebar dada/cm
|
14,1
|
17
|
7
|
Dalam dada/cm
|
-
|
-
|
8
|
Panjang Tanduk/cm
|
10,1
|
18,5
|
9
|
Panjang telinga/cm
|
17,1
|
18,5
|
10
|
Lebar telinga/cm
|
-
|
-
|
11
|
Type telinga
|
Tegak
|
Tegak
|
12
|
Panjang ekor/cm
|
12,1
|
14,5
|
13
|
Lebar ekor/cm
|
4,1
|
5
|
10.Kambing Boer
Kambing Boer berasal dari Afrika Selatan dan telah menjadi ternak yang ter-registrasi selama lebih dari 65 tahun. Kata “Boer” artinya petani. Kambing Boer merupakan satu-satunya kambing pedaging yang sesungguhnya, yang ada di dunia karena pertumbuhannya yang cepat. Kambing ini dapat mencapai berat dipasarkan 35 – 45 kg pada umur lima hingga enam bulan, dengan rataan pertambahan berat tubuh antara 0,02 – 0,04 kg per hari. Keragaman ini tergantung pada banyaknya susu dari induk dan ransum pakan sehari-harinya. Dibandingkan dengan kambing perah lokal, persentase daging pada karkas kambing Boer jauh lebih tinggi dan mencapai 40% – 50% dari berat tubuhnya, Kambing Boer dapat dikenali dengan mudah dari tubuhnya yang lebar, panjang, dalam, berbulu putih, berkaki pendek, berhidung cembung, bertelinga panjang menggantung, berkepala warna coklat kemerahan atau coklat muda hingga coklat tua. Beberapa kambing Boer memiliki garis putih ke bawah di wajahnya. Kulitnya berwarna coklat yang melindungi dirinya dari kanker kulit akibat sengatan sinar matahari langsung. Kambing ini sangat suka berjemur di siang hari.
Karkas Kambing Boer
KARAKTERISTIK KAMBING BOER JANTAN
Boer jantan bertubuh kokoh dan kuat sekali. Pundaknya luas
dan ke belakang dipenuhi dengan pantat yang berotot. Kambing Boer dapat hidup
pada suhu lingkungan yang ekstrim, mulai dari suhu sangat dingin (-25oC) hingga
sangat panas (43oC) dan mudah beradaptasi terhadap perubahan suhu lingkungan.
Tahan terhadap penyakit. Mereka dapat hidup di kawasan semak belukar, lereng
gunung yang berbatu atau di padang rumput. Secara alamiah mereka adalah hewan
yang suka meramban sehingga lebih menyukai daun-daunan, tanaman semak daripada
rumput.
Kambing Boer jantan dapat menjadi hewan yang jinak, terutama jika terus berada di sekitar manusia sejak lahir, meskipun ia akan tumbuh dengan berat badan 120 – 150 kg pada saat dewasa (umur 2-3 tahun). Mereka suka digaruk dan digosok di bagian belakang telinganya, hingga punggung dan sisi perutnya. Mereka dapat mudah ditangani dengan memegang tanduknya. Mereka dapat juga dilatih dituntun dengan tali. Namun, sebaiknya jangan mendorong bagian depan kepalanya karena mereka akan menjadi agresif. Boer jantan dapat kawin di bulan apa saja sepanjang tahun. Mereka berbau tajam karena hal ini untuk memikat betina. Seekor pejantan dapat aktif kawin pada umur 7-8 bulan, tetapi disarankan agar satu pejantan tidak melayani lebih dari 8 – 10 betina sampai pejantan itu berumur sekitar satu tahun. Boer jantan dewasa (2 – 3 tahun) dapat melayani 30 – 40 betina. Disarankan agar semua pejantan dipisahkan dari betina pada umur 3 bulan agar tidak terjadi perkawinan yang tidak direncanakan. Seekor pejantan dapat mengawini hingga selama 7 – 8 tahun.
Kambing Boer jantan dapat menjadi hewan yang jinak, terutama jika terus berada di sekitar manusia sejak lahir, meskipun ia akan tumbuh dengan berat badan 120 – 150 kg pada saat dewasa (umur 2-3 tahun). Mereka suka digaruk dan digosok di bagian belakang telinganya, hingga punggung dan sisi perutnya. Mereka dapat mudah ditangani dengan memegang tanduknya. Mereka dapat juga dilatih dituntun dengan tali. Namun, sebaiknya jangan mendorong bagian depan kepalanya karena mereka akan menjadi agresif. Boer jantan dapat kawin di bulan apa saja sepanjang tahun. Mereka berbau tajam karena hal ini untuk memikat betina. Seekor pejantan dapat aktif kawin pada umur 7-8 bulan, tetapi disarankan agar satu pejantan tidak melayani lebih dari 8 – 10 betina sampai pejantan itu berumur sekitar satu tahun. Boer jantan dewasa (2 – 3 tahun) dapat melayani 30 – 40 betina. Disarankan agar semua pejantan dipisahkan dari betina pada umur 3 bulan agar tidak terjadi perkawinan yang tidak direncanakan. Seekor pejantan dapat mengawini hingga selama 7 – 8 tahun.
KARAKTERISTIK KAMBING BOER BETINA
Boer betina tumbuh seperti jantan, tetapi tampak sangat feminin dengan kepala dan leher ramping. Ia sangat jinak dan pada dasarnya tidak banyak berulah. Ia dapat dikawinkan pada umur 10 – 12 bulan, tergantung besar tubuhnya. Kebuntingan untuk kambing adalah 5 bulan. Ia mampu melahirkan anak-anak tiga kali dalam dua tahun. Betina umur satu tahunan dapat menghasilkan 1 – 2 anak. Setelah beranak pertama, ia biasanya akan beranak kembar dua, tiga, bahkan empat. Boer induk menghasilkan susu dengan kandungan lemak sangat tinggi yang cukup untuk disusu anak-anaknya. Ketika anaknya berumur 2½ – 3½ bulan induk mulai kering. Boer betina mempunyai dua hingga empat puting, tetapi kadangkala tidak semuanya menghasilkan susu. Sebagai ternak yang kawinnya tidak musiman, ia dapat dikawinkan lagi tiga bulan setelah melahirkan. Birahinya dapat dideteksi dari ekor yang bergerak-gerak cepat disebut “flagging”. Boer betina mampu menjadi induk hingga selama 5 – 8 tahun. Betina dewasa (umur 2-3 tahun) akan mempunyai berat 80 – 90 kg. Boer betina maupun jantan keduanya bertanduk.
PERKAWINAN SILANG DENGAN KAMBING LOKAL
Kambing lokal yang dipelihara di Indonesia berasal dari
berbagai varietas kambing jenis perah. Jika Boer jantan dikawinkan dengan
kambing lokal, baik secara alam atau dengan inseminasi buatan, hasil
persilangannya (F1) yang memiliki 50% Boer sangatlah mengagumkan. Keturunan F1
ini akan membawa kecenderungan genetik yang kuat dari Boer. Besarnya tubuh dan
kecepatan pertumbuhannya akan tergantung pada besarnya kambing lokal yang
dikawinkan. Tergantung dari ransum pakannya, hasil silangan jantan dapat
mencapai berat dipasarkan 35 – 45 kg dalam waktu enam sampai delapan bulan,
dengan peningkatan jumlah daging pada karkas lebih banyak dari yang dihasilkan
anak kambing lokal dengan umur yang sama. Penting untuk dipahami bahwa protein
membentuk otot. Penggunaan jagung, tanaman leguminosa dan rumput lokal
merupakan sumber protein alami yang sangat bagus. Pada umur satu minggu, anak
kambing harus disediakan pakan dari sumber yang sama dengan induknya. Meskipun
mereka masih menyusu induknya, mereka akan mulai makan hijauan pada umur sangat
muda. AIR MINUM TERSEDIA SETIAP SAAT ADALAH PENTING baik untuk
induk maupun anaknya.
11.Persilangan Kambing Boer dengan
Kambing Jawa Randu
Kambing Boerawa merupakan kambing hasil persilangan antara
kambing Boer jantan dengan kambing Peranakan Etawah (PE) betina. Ternak hasil
persilangan kedua jenis kambing tadi disebut dengan Boerawa yakni singkatan
dari kata Boerawa dan Peranakan Etawah. Kambing hasil persilangan ini mulai
berkembang dan banyak jumlahnya di Propinsi Lampung khususnya dalam kurun waktu
3 tahun terakhir ini, walaupun upaya persilangan antara kambing Boer dengan
kambing lokal telah dilakukan dibeberapa propinsi lainnya seperti Sumatera
Utara dan Sulawesi Selatan.
Domba
1.
Domba Garut (Domba Priangan)
Menurut para pakar
domba seperti Prof. Didi Atmadilaga dan Prof. Asikin Natasasmita, bahwa Domba
Garut merupakan hasil persilangan segitiga antara domba lokal (asli Indonesia),
Domba Cape/Capstaad (Domba Ekor Gemuk atau Kibas) dari Afrika Selatan dan Domba
Merino dari Asia Kecil. Yang dibentuk kira-kira pada pertengahan abad ke 19
(±1854) yang dirintis oleh Adipati Limbangan Garut. Sekitar 70 tahun kemudian
yaitu tahun 1926 Domba Garut telah menunjukan suatu keseragaman, misalnya
bentuk tanduk yang besar melingkar diturunkan dari Domba Merino. Pada awalnya
domba priangan atau domba garut ini berkembang di Priangan (Jawa Barat),
terutama di daerah Bandung, Garut, Sumedang, Ciamis, dan Tasikmalaya. Namun
saat ini sudah berkembang di seluruh pulau Jawa khususnya dan Indonesia pada
umumnya. Domba ini dipelihara selain sebagai domba potong atau domba pedaging,
juga dipelihara sebagai domba aduan.
Ciri-ciri
domba garut : Bertubuh besar dan lebar, lehernya
kuat, dahi konveks. Domba priangan jantan memiliki tanduk besar dan kuat,
melengkung ke belakang berbentuk spiral, dan pangkal tanduk kanan dan kiri
hampir menyatu. Sedangkan domba betina tidak memiliki tanduk, panjang telinga
sedang, dan terletak di belakang tanduk. Domba jantan mempunyai berat 40-80 kg,
sedangkan betina 30-40 kg. Kadang-kadang dijumpai adanya domba tanpa daun
telinga. Keunggulan domba priangan ini adalah kulitnya merupakan salah satu kulit
dengan kualitas terbaik di dunia, selain itu dengan leher yang kokoh dan tubuh
yang besar, kuat, domba ini sesuai untuk domba aduan. Keunggulan lainnya adalah
penghasil daging yang sangat baik dan mudah dipelihara.
2.
Domba Texel Wonosobo (Dombos)
Domba Texel atau juga
dikenal dengan nama Dombos yang artinya Domba Texel Wonosobo. Pada bulan Juli
2009, peternak di Lampung Timur mendatangkan 75 ekor betina dan 1 pejantan
domba Texel yang didatangkan dari daerah Dieng Wonosobo, dan ternyata dapat
beradaptasi dan berkembang biak dengan baik di daerah Lampung Timur yang
bersuhu panas.
Pada tahun 1954/1955
Pemerintah mendatangkan 500 ekor Domba Texel dari Belanda dan dialokasikan ke
beberapa daerah di Provinsi Jawa Barat, Jawa Tengah (Baturaden Banyumas dan Tawangmangu
Solo) dan Jawa Timur, tetapi daerah tersebut tidak mampu mengembangkannya.
Akhirnya tahun 1957, dipindahkan ke Daerah Wonosobo. Ternyata penduduk Wonosobo
mampu mengembangkan Domba Texel tersebut, akhir tahun 2006 populasi mencapai
8.753 ekor.
Domba Texel mempunyai
ciri khas yang mudah dibedakan dari domba jenis lain yaitu : Mempunyai bulu wol
yang keriting halus berbentuk spiral berwarna putih yang menyelimuti bagian
tubuhnya kecuali perut bagian bawah, keempat kaki dan kepala. Postur tubuh tinggi
besar dan panjang dengan leher panjang dan ekor kecil.
Domba Texel tergolong
ternak unggulan yang berpotensi sebagai penghasil daging. Bobot badan dewasa
jantan dapat mencapai 100 kg dan yang betina 80 kg dengan karkas sekitar 55 %.
Dalam penggemukkan secara intensif dapat menghasilkan pertambahan berat badan
265 – 285 gram/hari. Masyarakat Kabupaten Wonosobo, Provinsi Jawa Tengah telah
banyak merintis usaha penggemukan intensif terhadap Domba Persilangan Texel
dengan Domba Lokal, yang menghasilkan keuntungan memadai. Di samping itu Domba
Texel dapat menghasilkan bulu wool berkualitas sebanyak 1000 gram/ekor/tahun,
yang dapat diolah sebagai komuditas yang mempunyai nilai tambah. Di pedesaan
Wonosobo yang potensial Domba texel telah dirintis industri rumah tangga yang
mengolah bulu wool Domba Texel.
Domba Texel tergolong
ternak yang cepat berkembang biak, dapat beranak pertama kali pada umur 15
bulan dan selanjutnya dapat melahirkan setiap delapan bulan. Anak pertama
cenderung tunggal dan anak berikutnya kadang-kadang kembar dua. Domba Texel
mempunyai karakter genetik yang cenderung dominan. Di Kabupaten Wonosobo, Domba
Texel telah banyak memberi kontribusi genetik terhadap domba-domba lokal
melalui proses kawin silang, menghasilkan domba domba persilangan yang
potensial sebagai penghasil daging.
3.
Domba Batur Banjarnegara (Domas)
Domba Batur (atau
Domas) sebenarnya merupakan domba hasil persilangan dari domba lokal yaitu
domba Ekor Tipis (Gembel), domba Suffolk dan domba Texel. Pada 1984, kelompok
tani ternak di Kecamatan Batur, Kabupaten Banjarnegara, Jawa Tengah, berusaha
menyilangkan domba bantuan presiden dengan domba lokal. Persilangan domba asal
Tapos dan domba lokal menghasilkan keturunan yang oleh warga dinamai domba
Batur atau Domas.
Pada awalnya berkembang
di daerah Banjarnegara dan menjadi ikon Banjarnegara, dan sejak tahun 2009
mulai berkembang di beberapa daerah Jawa dan Sumatera. Domba batur jantan
maupun betina adalah tipe domba potong yang merupakan penghasil daging yang
baik.
Ciri-ciri
Domba Batur : Tubuhnya besar dan panjang, kaki
cenderung pendek dan kuat, domba jantan maupun betinanya tidak memiliki tanduk.
Kulitnya relatif lebih tipis dibandingkan domba garut, kibas, atau gembel,
namun bulunya tebal. Warna bulu dominan putih dan menutupi seluruh tubuhnya
hingga bagian muka domba. Keunggulan
utama domba Batur ini adalah berat badannya. Untuk domba jantan dewasa berkisar
antara 90-140 kg dan domba betina 60-80 kg, serta tinggi badan domba jantan
dapat mencapai 75 cm dan tinggi domba betina 60 cm.
Domba Batur ini memang
istimewa montok/gemuk, pada umur dua tahun domba jantan umumnya sudah bisa
mencapai bobot 100 kg dan betina 80 kg. Bahkan, domba jantan yang bagus dapat
mencapai bobot 140 kg. Domba dengan bobot seperti ini biasanya dijadikan
pejantan. Proporsi dagingnya (bukan karkas yang masih bertulang) juga tinggi.
Dagingnya lebih empuk dan lemaknya lebih tinggi. Domba Batur mulai dapat
dikawinkan pada umur 8 bulan saat si betina mencapai bobot 50—60 kg. Satu ekor
pejantan mampu mengawini 10 ekor betina. Betina bunting selama lima bulan dan
rata-rata jumlah anaknya 1,5 ekor per kelahiran.
4.
Domba Ekor Tipis (Domba Gembel)
Domba ekor tipis
dikenal sebagai domba asli Indonesia dan sering disebut Domba Gembel, dalam
Bahasa Inggris disebut Javanesse Thin-Tailed sheep. Pada awalnya domba ini
berkembang di daerah Jawa Tengah dan Jawa Barat, namun saat ini sudah
berkembang di seluruh pulau jawa khususnya dan Indonesia pada umumnya.
Ciri-ciri
domba ekor tipis : Termasuk golongan domba berperawakan
kecil, dengan berat badan domba jantan 30-40 kg dan domba betina 15-20 kg. Bulu
wolnya gembel berwarna putih dominan dengan warna hitam di sekeliling mata,
hidung, dan beberapa bagian tubuh lain. Ekornya tidak menunjukkan adanya
desposisi lemak. Telinga umumnya medium sampai kecil dan sebagian berposisi
menggantung. Domba jantan memiliki tanduk melingkar, sedangkan yang betina
umumnya tidak bertanduk. Keunggulan
domba ekor tipis ini adalah bersifat prolific (dapat melahirkan anak kembar 2-5
ekor setiap kelahiran), mudah berkembang biak dan tidak dipengaruhi musim
kawin, serta mampu beradaptasi pada daerah tropis dan makanan yang buruk.
5.
Domba Ekor Gemuk (Domba Kibas)
Domba Ekor Gemuk
dikenal juga dengan nama Domba Kibas (di Jawa), juga dikenal sebagai domba
Donggala (di Sulawesi Selatan). Domba ini berasal dari Asia Barat atau India
yang dibawa oleh pedagang bangsa Arab pada abad ke-18. Pada sekitar tahun 1731
sampai 1779 pemerintah Hindia Belanda telah mengimpor domba Kirmani, yaitu
domba ekor gemuk dari Persia. Pada awalnya domba Ekor Gemuk berkembang di Jawa
Timur, Madura, Sulawesi, dan Nusa Tenggara (terutama di Lombok). Namun saat ini
sudah berkembang di seluruh Indonesia. Domba ini beradaptasi dan tumbuh lebih
baik di daerah beriklim kering.
Ciri-ciri
domba ekor gemuk : Bentuk badannya sedikit lebih besar
daripada domba lokal lainnya. Berat domba jantan mencapai 40-60 kg, sedangkan
domba betina 25-50 kg. Tinggi badan pada jantan dewasa antara 52 – 65 cm,
sedangkan pada betina dewasa 47 – 60 cm, warna bulu wolnya putih dan kasar. Ekor
yang besar, lebar dan panjang. Bagian pangkal ekor membesar merupakan timbunan
lemak, sedangkan bagian ujung ekor kecil karena tidak terjadi penimbunan lemak.
Cadangan lemak di bagian ekor berfungsi sebagai sumber energi pada musim
paceklik. Dada terlihat serasi dan kuat seperti bentuk perahu, ke empat kakinya
kalau jalan agak lamban karena menanggung berat badan dan ekornya yang gemuk. Umumnya
domba jantan tidak bertanduk dan hanya sedikit yang mempunyai tanduk kecil, sedangkan
yang betina tidak bertanduk. Keunggulan Domba Domba ekor gemuk ini adalah tahan
terhadap panas dan kering.
6.
Domba Hampshire
Domba Hampshire
dikembangkan di daerah Hampshire, Inggris, pada abad ke-19 melalui persilangan
antara domba Southdown jantan dengan domba betina keturunan Wiltshire Horn dan
Berkshire Knot.
Ciri-ciri
Domba Hampshire : Wajah berwarna gelap, bulu panjang dan
tebal berwarna coklat, telinga agak melengkung, dan kaki berwarna hitam dan
tidak ditutupi wol
7.
Domba Polwarth
Domba Polwarth
merupakan tipe dual-purpose, dikembangkan di Victoria, Australia sejak tahun
1880. Merupakan persilangan antara Merino (75%) dan Lincoln (25%). Domba
Polwarth memiliki tubuh yang besar, tegap, pemeliharaannya mudah dan memiliki
produktivitas wool yang tinggi dengan serat bulu berdiameter antara 22-25
mikron.
8.
Domba Portland
Domba Portland berasal
dari Inggris dan merupakan salah satu breed Dorset. Bertubuh kecil dan dipenuhi
oleh wool kecuali pada bagian wajah dan kaki bagian bawah yang berwana
kecoklatan. Domba yang baru lahir berwarna dan berwarna agak keputih-putihan
atau abu-abu selama beberapa awal bulan kehidupan. Tanduk muncul setelah dewasa
dan berbentuk spiral.
9.
Domba Rambouillet
Domba Rambouillet
berasal dari Prancis disebut juga Merino Prancis. Domba Rambouillet merupakan
tipe dwiguna. Ciri-ciri Domba Rambouillet : Badan besar, dalam, lebar dan padat
dengan tulang-tulang yang kuat,Kepala tegak,Domba jantan bertanduk besar
sedangkan betina tidak bertanduk.
10.
Domba Norwegia (Villsau)
Domba Norwegia
merupakan domba primitif yang hidup di daerah Norwegia dan Skandinavia. Memiliki
muka yang kecil dengan kaki yang bagus dan bulu yang berwarna hampir putih
sampai keabu-abuan, cokelat gelap dan hitam. Berat jantan dewasa sekitar 43 kg
dan betinanya 32 kg.
11.
Domba Southdown
Domba Southdown berasal
dari Inggris dan merupakan tipepedaging. Ciri-ciri Domba Southdown : Tubuh
kecil, lebar dan dalam, bentuk bulat, daging padat dan kaki pendek,Garis
punggung lurus, leher pendek dan tebal,Telinga pendek dengan ujung bulat dan
tidak bertanduk.
BEBERAPA JENIS ITIK UNGGUL HASIL
PERSILANGAN ITIK LOKAL
Itik
Master atau MA
Itik
Master atau MA merupakan jenis itik hasil persilangan antara itik Mojosari
jantan dengan itik Alabio betina. Itik Mojosari yang digunakan sebagai tetua
jantannya ialah itik Mojosari yang berumur 7-8 bulan. Untuk tetua betinanya
digunakan itik Alabio yang berumur 6-7 bulan. Persilangan dilakukan dengan
teknik kawin alami dan kawin suntik (inseminasi buatan).
Itik Master memiliki beberapa keunggulan dibandingkan kedua tetuanya. Itik ini bertelur untuk pertama kalinya pada umur 22 minggu, lebih awal dari itik Alabio (24 minggu) dan itik Mojosari (25 minggu). Rataan produksi telur per tahunnya mencapai 265 butir atau sekitar 72,6%, sementara puncak produksinya bisa mencapai 93,7%; lebih tinggi sekitar 10-15% dibandingkan dengan kedua tetuanya. Itik Master menghasilkan telur yang lebih besar/berat dibandingkan kedua tetuanya. Bobot telur pertama itik Master ialah 56,7 gram, lebih berat sekitar 9,38% dibandingkan itik Alabio (55,0 gram) dan itik Mojosari (53,7 gram). Secara keseluruhan ditinjau dari produksi telur selama satu tahun, rata-rata bobot telur itik Master mencapai 69,7 gram per butir.
Itik Master memiliki beberapa keunggulan dibandingkan kedua tetuanya. Itik ini bertelur untuk pertama kalinya pada umur 22 minggu, lebih awal dari itik Alabio (24 minggu) dan itik Mojosari (25 minggu). Rataan produksi telur per tahunnya mencapai 265 butir atau sekitar 72,6%, sementara puncak produksinya bisa mencapai 93,7%; lebih tinggi sekitar 10-15% dibandingkan dengan kedua tetuanya. Itik Master menghasilkan telur yang lebih besar/berat dibandingkan kedua tetuanya. Bobot telur pertama itik Master ialah 56,7 gram, lebih berat sekitar 9,38% dibandingkan itik Alabio (55,0 gram) dan itik Mojosari (53,7 gram). Secara keseluruhan ditinjau dari produksi telur selama satu tahun, rata-rata bobot telur itik Master mencapai 69,7 gram per butir.
Selain
produksi telurnya yang lebih tinggi, tingkat kematian itik Master tergolong
sangat rendah, yaitu kurang dari 1%, karena kemampuannya beradaptasi dengan
lingkungan pemeliharaan. Pada itik Master kita juga dapat dengan mudah
mengenali jenis kelamin anak itik saat menetas, hanya dengan mendasartkan warna
bulunya. Anak-anak itik yang jantan mempunyai warna bulu lebih gelap.
Pertumbuhan anak itik jantannya juga lebih cepat, sehingga cocok untuk
digunakan pada usaha ternak itik pedaging. Itik Master juga memiliki warna bulu
yang spesifik dan seragam, demikian juga warna kulit telurnya seragam berwarna
hijau-kebiruan. Itik Serati Itik Serati adalah hasil kawin silang antara Entog
Jantan dengan Itik Betina. Di lapangan kita bisa menjumpai itik Serati ini
sebagai hasil kawin silang alami antara Entog jantan dan Itik betina. Di
beberapa negara Asia, itik Serati sudah dikembangkan secara komersial. Dengan
makin meningkatnya kebutuhan akan daging itik, maka pengembangan itik Serati
menjadi salah satu alternatif dengan mengintroduksi teknologi kawin suntik
(inseminasi buatan), sehingga dapat menghasilkan itik Serati lebih banyak
dibandingkan cara kawin silang alami.
Itik Serati memiliki sifat mandul, sehingga itik ini tumbuh lebih cepat dibandingkan itik jantan yang digemukkan.
Itik Serati memiliki sifat mandul, sehingga itik ini tumbuh lebih cepat dibandingkan itik jantan yang digemukkan.
Pada
umur 8 minggu itik Serati dapat mencapai bobot badan 1,8 kg, sedangkan itik
jantan yang digemukkan hanya mampu mencapai 1,3 kg. Selain pertumbuhannya yang
cepat, itik Serati juga mampu mengkonversi pakan jauh lebih baik. Untuk
menghasilkan 1 kg bobot badan, itik Serati memerlukan 3,29 kg pakan, sedangkan
itik jantan yang digemukkan memerlukan 4,24 kg pakan. Itik PMp Itik
PMpmerupakan hasil kawin silang antara itik Peking jantan dan itik Mojosari
Putih betina yang dikembangkan oleh Balai Penelitian Ternak di Ciawi-Bogor.
Bibit itik ini diharapkan dapat memenuhi kebutuhan konsumen dan dapat
diproduksi lokal. Itik ini dapat digunakan untuk menghasilkan karkas ukuran
sedang ataupun besar, sesuai permintaan konsumen, dengan kualitas daging itik
yang tinggi. Keberadaan itik PMp ini diharapkan dapat mengurangi penggunaan
itik tipe petelur dalam penyediaan daging itik yang dapat berakibat pada
terjadinya pengurasan sumberdaya genetik itik petelur. Itik PMp juga bisa
menjadi substitusi terhadap daging itik impor yang belakangan banyak masuk ke
Indonesia.
Itik
PMp memiliki ciri produksi yang unggul dibandingkan kedua tetuanya. Itik ini
mempunyai karkas yang warnanya bersih dan cerah. Pada umur 10 minggu itik ini
memiliki bobot badan 2-2,5 kg. Jika itik PMp dikawinkan dengan entog jantan
dapat menghasilkan itik Serati dengan bobot badan mencapai 3 kg atau lebih pada
umur 10 minggu. Itik PMp juga mempunyai ciri produksi telur yang cukup baik.
Itik ini mulai bertelur pada umur 5,5-6 bulan dengan rataan produksi telur
selama enam bulan mencapai 73-78%.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar